Minggu, 20 Januari 2013

PENYAKIT JANTUNG KORONER



PENYAKIT JANTUNG KORONER


Penyakit jantung koroner merupakan kasus utama penyebab kematian dan kesakitan pada manusia. Meskipun tindakan pencegahan sudah dilakukan seperti pengaturan makanan (diet), menurunkan kolesterol dan perawatan berat badan, diabetes dan hipertensi, penyakit jantung koroner ini tetap menjadi masalah utama kesehatan. Masalah utama pada penyakit jantung koroner adalah aterosklerosis koroner. Merupakan penyakit progresif yang terjadi secara bertahap yaitu penebalan dinding arteri koroner. Aterosklerosis koroner dianggap sebagai proses pasif karena sebagian besar dihasilkan oleh kolesterol yang berada pada dinding arteri (Yuet Wai Kan, 2000).
Penyakit jantung koroner merupakan pembunuh nomor satu di negara-negara maju dan dapat juga terjadi di negara-negara berkembang. Organisasi kesehatan duina (WHO) telah mengemukakan fakta bahwa penyakit jantung koroner (PJK) merupakan epidemi modern dan tidak dapat dihindari oleh faktor penuaan. Diperkirakan bahwa jika insiden PJK mencapai nol maka dapat meningkatkan harapan hidup 3 sampai 9% (Shivaramakrishna. 2010).
Gambaran kasus di atas menunjukkan pentingnya penyakit ini yang belum mendapat perhatian mengenai besarnya resiko seseorang, ketidakmampuan, hilangnya pekerjaan, dan pada saat masuk rumah sakit. Pada dekade sekarang sejak konferensi klinis terakhir oleh New York Heart Association atau asosiasi kesehatan New York menyatakan subjek ini, dari sejumlah loka karya telah mengeluarkan informasi baru yang penting mengenai penyakit ini, cara pencegahan dan kontrol. Hal ini dinyatakan dalam besarnya perubahan yang jelas secara klinis dari PJK dan banyaknya faktor yang mungkin relevan, besarnya jumlah pasien yang ikut, kelompok yang akan termasuk dalam semua kasus PJK yang timbul pada populasi umum dengan karakteristik jelas.
Beban PJK meningkat di India. Diperkirakan prevalensi PJK adalah sekitar 3-4% di daerah pedesaan dan 8-11% di daerah perkotaan dan diantaranya adalah usia di atas 20 tahun, mewakili dua kali lipat di daerah pedesaan dan enam kali lipat di daerah perkotaan selama empat dekade terakhir. Pada tahun 2003 di India mencapai 29,8 juta orang diperkirakan menderita PJK, 14,1 juta diantaranya adalah di daerah perkotaan dan 15,7 juta di daerah pedesaan (Shivaramakrishna. 2010)
a. Keluhan dan gejala penyakit
Semua pasien PJK memiliki pengalaman dan tanda-tanda secara fisik dan gejala PJK dari waktu ke waktu yaitu mengalami perasaan nyeri di dada, kegelisahan atau perasaan sakit pada kaki, pinggang, perut, tulang rusuk, rahang, sendi, tulang belakang, tenggorokan dan tulang leher belakang, merasa lemah, lelah, dan kehilangan energi, nafas pendek, pusing, sakit kepala, tidak mampu untuk melakukan pekerjaan dengan normal sebagai akibat dari obesitas. Semua pasien PJK yang mendapat pengobatan atau perawatan fisik sebelumnya sudah melakukan pengobatan mengenai asma, kegemukan, tidak menentunya detak jantung, penyakit perdarahan jantung, paru-paru, ginjal atau masalah pada spinal, rasa sakit pada kaki, diabetes atau arthritis.
Sebagian besar dari pasien PJK telah aktif dengan kehidupan mereka sehari-hari, tetapi serangan jantung koroner membuatnya tidak aktif, tidur, lemah, tidak berdaya, dan tergantung pada pengobatan-pengobatan dan keluarga maupun tetangga untuk mendapatkan dukungan. Secara psikologi, pasien PJK mengalami ketakutan yang luar biasa, kegelisahan, khawatir dan depresi, sementara beberapa yang lain menjalani keadaan normal pikiran dan mendengarkan berita-berita baru dari statusnya yang positif terkena PJK. Sebagian besar dari pasien PJK merasa bosan dengan kehidupannya, berlebihan dan di bawah emosional, mudah marah dan bermusuhan (http://www.waset.org).
b. Pemeriksaan penunjang (diagnosis)
Diagnosis untuk penyakit jantung koroner dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, anamnesis. Pemeriksaan USG jantung dapat dilakukan dengan ekokardiografi. Sistem ekokardiografi dapat menampilkan, menganalisa dan menangkap hati secara penuh dalam satu detak jantung. Perkembangan teknologi telah menciptakan alat baru yaitu Computed tomography (CT) yang sudah lama berperan penting dalam mendeteksi dini penyakit selama bertahun-tahun. Semakin berkembangnya teknologi, sehingga dapat menciptakan generasi baru dengan CT scanner yang dapat melakukan CT angiografi koroner (CTA) dengan mengurangi dosis radiasi pada pemeriksaan klinis secara rutin.
Selain dengan CT juga dapat menggunakan tes in vitro di laboratorium, melalui penggunaan biomarker baru yang tarutama dalam perawatan darurat dapat mempengaruhi dan mendukung keputusan klinis. Pada gagal jantung penggunaan natriuretik beredar-peptida B (BNP) sangat relevan, karena tingkat biomarker ini adalah indikator yang baik untuk mengetahui sejauh mana fungsi jantung terganggu. BNP digunakan baik untuk diagnosis awal dan untuk pemantauan terapi. Pada beberapa pasien, serangan jantung menjadi penyebab langsung insufisiensi jantung, sehingga deteksi cepat dari infark miokard sangat penting dalam mencegah bertambah parahnya kerusakan miokard dan kegagalan jantung selanjutnya. (Ekinci, 2010)
c. Faktor risiko
Faktor resiko utama pada PJK, yaitu kolesterol tinggi, tingginya tekanan darah dan merokok. Kedua, faktor risiko mencakup terganggunya metabolisme glukosa, sehingga menyebabkan insulin kembali sistance dan dalam beberapa kasus diabetes. Pemahaman baru menemukan penyebab lain yang dapat mengidentifikasi resiko penyakit jantung koroner, seperti konsentrasi fibrinogen dan C-reaktif protein dalam darah.
Beberapa faktor psikososial berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner yaitu untuk bukti kuat seperti stres kerja, kurangnya integrasi sosial, depresi, dan gejala depresi, dengan sugestif sedangkan untuk bukti lemah seperti marah, konflik atau perselisihan dan kegelisahan. Faktor ekonomi, pendidikan, isolasi sosial, dan faktor-faktor psikososial yang lainnya merupakan penyebab tidak langsung penyakit jantung koroner. Mereka tidak mempengaruhi penyakit patologi secara langsung, tetapi melakukannya melalui proses yang lebih proksimal (http://www.popcouncil.org).
d. Cara pencegahan
Banyak upaya yang dilakukan oleh negara berkembang untuk menjadi lebih baik, yaitu dilaksanakan pengadaan makanan dan program gizi, program aktivitas fisik atau olahraga, anti merokok, program anti hipertensi yang sebaiknya dipromosikan dengan segera.
Secara primer, program pencegahan secara primordial mendapat prioritas tinggi sejak itu dan dapat diraih oleh popualsi yang besar. Strategi ini melibatkan peran ibu dalam pendidikan kesehatan. Yang kedua, seseorang dengan resiko tinggi dapat dicegah dengan melakukan pelayanan kesehatan ke rumah sakit secara murah dan hal itu sebaiknya lebih ditingkatkan.

e. Cara pengobatan
Pada prinsipnya pengobatan PJK ditujukan untuk agar terjadi keseimbangan lagi antara kebutuhan oksigen jantung dan penyediaannya. Aliran darah melalui arteri koronaria harus kembali ada dan lancar untuk jantung. Pengobatan awal biasanya segera diberikan tablet Aspirin yang harus dikunyah. Pemberian obat ini akan mengurangi pembentukan bekuan darah di dalam arteri koroner. Pengobatan penyakit jantung koroner adalah meningkatkan suplai (pemberian obat-obatan nitrat, antagonis kalsium) dan mengurangi demand (pemberian beta bloker), dan yang penting mengendalikan risiko utama seperti kadar gula darah bagi penderita kencing manis, optimalisasi tekanan darah, kontrol kolesterol dan berhenti merokok.
Jika dengan pengobatan tidak dapat mengurangi keluhan sakit dada, maka harus dilakukan tindakan untuk membuka pembuluh koroner yang menyempit secara intervensi perkutan atau tindakan bedah pintas koroner (CABG). Intervensi perkutan yaitu tindakan intervensi penggunaan kateter halus yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah untuk dilakukan balonisasi yang dilanjutkan pemasangan ring (stent) intrakoroner.
f. Rehabilitatif
Beberapa penyakit yang disebabkan oleh kerusakan jantung, seperti penyakit pembuluh darah berat seringkali membutuhkan terapi penanganan di luar terapi pengobatan meliputi kardiologi dan pembedahan. Sampai sekarang, pergantian katup dengan operasi jantung dianjurkan dengan terapi pendekatan kasus ini, tetapi banyak pasien lanjut usia bersamaan dengan penyakit ini juga sangat beresiko. Penanaman katup nadi prosthesis menjadi alternatif untuk pasien, dan dapat memberikan reaksi secara cepat untuk perbaikan parameter kardiak. Secara keseluruhan, penyediaan peralatan teknik yang dibutuhkan untuk akomodasi berbagai bidang di suatu laboratorium mungkin diizinkan untuk kualitas terbaik dan lebih terjangkau, baik untuk pasien maupun institusi.
g. Prognosis
Depresi pada pasien setelah mengalami miokardial infarksion tampak gejala prognosis yang lebih penting dari penyakit arteri koroner. Walaupun, gejala utamanya berlainan dengan peristiwa depresi yang tidak luar biasa setelah miokardial infarksion, gejala depresi ini lebih umum. Terdapat hubungan antara kejadian depresi dan resiko, pengaruh alami dalam waktu yang panjang, dan kejadian depresi pada jarak waktu yang teratur, hal ini menunjukkan bahwa depresi berlangsung terus-menerus pada karakteristik psikologi. Komplikasi iskemia dan infark antara lain gagal jantung kongestif, syok kardiogenik, disfungsi otot papilaris defek septum ventrikel, rupture perdarahan masif di kantong jantung (dinding nekrotik yang tipis pecah tamponade jantung), aneurisme ventrikel, tromboembolisme, pericardium perikarditis, Sindrom Dressler, dan aritmia (Anonim, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar