PENYAKIT JANTUNG KORONER
Penyakit jantung koroner merupakan kasus utama penyebab
kematian dan kesakitan pada manusia. Meskipun tindakan pencegahan sudah
dilakukan seperti pengaturan makanan (diet), menurunkan kolesterol dan
perawatan berat badan, diabetes dan hipertensi, penyakit jantung koroner ini
tetap menjadi masalah utama kesehatan. Masalah utama pada penyakit jantung
koroner adalah aterosklerosis koroner. Merupakan penyakit progresif yang
terjadi secara bertahap yaitu penebalan dinding arteri koroner. Aterosklerosis
koroner dianggap sebagai proses pasif karena sebagian besar dihasilkan oleh
kolesterol yang berada pada dinding arteri (Yuet Wai Kan, 2000).
Penyakit jantung koroner
merupakan pembunuh nomor satu di negara-negara maju dan dapat juga terjadi di
negara-negara berkembang. Organisasi kesehatan duina (WHO) telah mengemukakan
fakta bahwa penyakit jantung koroner (PJK) merupakan epidemi modern dan tidak
dapat dihindari oleh faktor penuaan. Diperkirakan bahwa jika insiden PJK
mencapai nol maka dapat meningkatkan harapan hidup 3 sampai 9%
(Shivaramakrishna. 2010).
Gambaran kasus di atas
menunjukkan pentingnya penyakit ini yang belum mendapat perhatian mengenai
besarnya resiko seseorang, ketidakmampuan, hilangnya pekerjaan, dan pada saat
masuk rumah sakit. Pada dekade sekarang sejak konferensi klinis terakhir oleh
New York Heart Association atau asosiasi kesehatan New York menyatakan subjek
ini, dari sejumlah loka karya telah mengeluarkan informasi baru yang penting
mengenai penyakit ini, cara pencegahan dan kontrol. Hal ini dinyatakan dalam
besarnya perubahan yang jelas secara klinis dari PJK dan banyaknya faktor yang mungkin relevan, besarnya jumlah
pasien yang ikut, kelompok yang akan termasuk dalam semua kasus PJK yang timbul pada populasi umum dengan karakteristik
jelas.
Beban PJK meningkat di India.
Diperkirakan prevalensi PJK adalah sekitar 3-4% di daerah pedesaan dan 8-11% di
daerah perkotaan dan diantaranya adalah usia di atas 20 tahun, mewakili dua
kali lipat di daerah pedesaan dan enam kali lipat di daerah perkotaan selama
empat dekade terakhir. Pada tahun 2003 di India mencapai 29,8 juta orang
diperkirakan menderita PJK, 14,1 juta diantaranya adalah di daerah perkotaan
dan 15,7 juta di daerah pedesaan (Shivaramakrishna. 2010)
a. Keluhan dan gejala
penyakit
Semua pasien PJK memiliki
pengalaman dan tanda-tanda secara fisik dan gejala PJK dari waktu ke waktu
yaitu mengalami perasaan nyeri di dada, kegelisahan atau perasaan sakit pada kaki,
pinggang, perut, tulang rusuk, rahang, sendi, tulang belakang, tenggorokan dan
tulang leher belakang, merasa lemah, lelah, dan kehilangan energi, nafas
pendek, pusing, sakit kepala, tidak mampu untuk melakukan pekerjaan dengan
normal sebagai akibat dari obesitas. Semua pasien PJK yang mendapat pengobatan
atau perawatan fisik sebelumnya sudah melakukan pengobatan mengenai asma,
kegemukan, tidak menentunya detak jantung, penyakit perdarahan jantung,
paru-paru, ginjal atau masalah pada spinal, rasa sakit pada kaki, diabetes atau
arthritis.
Sebagian besar dari pasien PJK
telah aktif dengan kehidupan mereka sehari-hari, tetapi serangan jantung
koroner membuatnya tidak aktif, tidur, lemah, tidak berdaya, dan tergantung
pada pengobatan-pengobatan dan keluarga maupun tetangga untuk mendapatkan
dukungan. Secara psikologi, pasien PJK mengalami ketakutan yang luar biasa,
kegelisahan, khawatir dan depresi, sementara beberapa yang lain menjalani
keadaan normal pikiran dan mendengarkan berita-berita baru dari statusnya yang
positif terkena PJK. Sebagian besar dari pasien PJK merasa bosan dengan
kehidupannya, berlebihan dan di bawah emosional, mudah marah dan bermusuhan
(http://www.waset.org).
b. Pemeriksaan penunjang
(diagnosis)
Diagnosis untuk penyakit jantung koroner dapat dilakukan dengan pemeriksaan
fisik, anamnesis. Pemeriksaan USG jantung dapat dilakukan dengan
ekokardiografi. Sistem ekokardiografi dapat menampilkan, menganalisa dan
menangkap hati secara penuh dalam satu detak jantung. Perkembangan teknologi
telah menciptakan alat baru yaitu Computed tomography (CT) yang sudah
lama berperan penting dalam mendeteksi dini penyakit selama bertahun-tahun.
Semakin berkembangnya teknologi, sehingga dapat menciptakan generasi baru
dengan CT scanner yang dapat melakukan CT angiografi koroner (CTA) dengan
mengurangi dosis radiasi pada pemeriksaan klinis secara rutin.
Selain dengan CT juga dapat
menggunakan tes in vitro di laboratorium, melalui penggunaan biomarker baru
yang tarutama dalam perawatan darurat dapat mempengaruhi dan mendukung
keputusan klinis. Pada gagal jantung penggunaan natriuretik beredar-peptida B
(BNP) sangat relevan, karena tingkat biomarker ini adalah indikator yang baik
untuk mengetahui sejauh mana fungsi jantung terganggu. BNP digunakan baik untuk
diagnosis awal dan untuk pemantauan terapi. Pada beberapa pasien, serangan
jantung menjadi penyebab langsung insufisiensi jantung, sehingga deteksi cepat dari
infark miokard sangat penting dalam mencegah bertambah parahnya kerusakan
miokard dan kegagalan jantung selanjutnya. (Ekinci, 2010)
c. Faktor risiko
Faktor resiko utama pada PJK,
yaitu kolesterol tinggi, tingginya tekanan darah dan merokok. Kedua, faktor
risiko mencakup terganggunya metabolisme glukosa, sehingga menyebabkan insulin
kembali sistance dan dalam beberapa kasus diabetes. Pemahaman baru menemukan
penyebab lain yang dapat mengidentifikasi resiko penyakit jantung koroner,
seperti konsentrasi fibrinogen dan C-reaktif protein dalam darah.
Beberapa faktor psikososial
berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner yaitu untuk bukti
kuat seperti stres kerja, kurangnya integrasi sosial, depresi, dan gejala
depresi, dengan sugestif sedangkan untuk bukti lemah seperti marah, konflik
atau perselisihan dan kegelisahan. Faktor ekonomi, pendidikan, isolasi sosial,
dan faktor-faktor psikososial yang lainnya merupakan penyebab tidak langsung
penyakit jantung koroner. Mereka tidak mempengaruhi penyakit patologi secara
langsung, tetapi melakukannya melalui proses yang lebih proksimal
(http://www.popcouncil.org).
d. Cara pencegahan
Banyak upaya yang dilakukan oleh
negara berkembang untuk menjadi lebih baik, yaitu dilaksanakan pengadaan
makanan dan program gizi, program aktivitas fisik atau olahraga, anti merokok,
program anti hipertensi yang sebaiknya dipromosikan dengan segera.
Secara primer, program
pencegahan secara primordial mendapat prioritas tinggi sejak itu dan dapat
diraih oleh popualsi yang besar. Strategi ini melibatkan peran ibu dalam
pendidikan kesehatan. Yang kedua, seseorang dengan resiko tinggi dapat dicegah
dengan melakukan pelayanan kesehatan ke rumah sakit secara murah dan hal itu
sebaiknya lebih ditingkatkan.
e. Cara pengobatan
Pada prinsipnya pengobatan PJK ditujukan untuk agar terjadi keseimbangan lagi antara
kebutuhan oksigen jantung dan penyediaannya. Aliran darah melalui arteri
koronaria harus kembali ada dan lancar untuk jantung. Pengobatan awal biasanya
segera diberikan tablet Aspirin yang harus dikunyah. Pemberian obat ini akan
mengurangi pembentukan bekuan darah di dalam arteri koroner. Pengobatan
penyakit jantung koroner adalah meningkatkan suplai (pemberian obat-obatan
nitrat, antagonis kalsium) dan mengurangi demand (pemberian beta bloker), dan
yang penting mengendalikan risiko utama seperti kadar gula darah bagi penderita
kencing manis, optimalisasi tekanan darah, kontrol kolesterol dan berhenti
merokok.
Jika dengan pengobatan tidak
dapat mengurangi keluhan sakit dada, maka harus dilakukan tindakan untuk
membuka pembuluh koroner yang menyempit secara intervensi perkutan atau
tindakan bedah pintas koroner (CABG). Intervensi perkutan yaitu tindakan
intervensi penggunaan kateter halus yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah
untuk dilakukan balonisasi yang dilanjutkan pemasangan ring (stent)
intrakoroner.
f. Rehabilitatif
Beberapa penyakit yang
disebabkan oleh kerusakan jantung, seperti penyakit pembuluh darah berat
seringkali membutuhkan terapi penanganan di luar terapi pengobatan meliputi
kardiologi dan pembedahan. Sampai sekarang, pergantian katup dengan operasi
jantung dianjurkan dengan terapi pendekatan kasus ini, tetapi banyak pasien
lanjut usia bersamaan dengan penyakit ini juga sangat beresiko. Penanaman katup
nadi prosthesis menjadi alternatif untuk pasien, dan dapat memberikan reaksi
secara cepat untuk perbaikan parameter kardiak. Secara keseluruhan, penyediaan
peralatan teknik yang dibutuhkan untuk akomodasi berbagai bidang di suatu
laboratorium mungkin diizinkan untuk kualitas terbaik dan lebih terjangkau,
baik untuk pasien maupun institusi.
g. Prognosis
Depresi pada pasien setelah
mengalami miokardial infarksion tampak gejala prognosis yang lebih penting dari
penyakit arteri koroner. Walaupun, gejala utamanya berlainan dengan peristiwa
depresi yang tidak luar biasa setelah miokardial infarksion, gejala depresi ini
lebih umum. Terdapat hubungan antara kejadian depresi dan resiko, pengaruh
alami dalam waktu yang panjang, dan kejadian depresi pada jarak waktu yang
teratur, hal ini menunjukkan bahwa depresi berlangsung terus-menerus pada
karakteristik psikologi. Komplikasi iskemia dan infark antara lain gagal jantung
kongestif, syok kardiogenik, disfungsi otot papilaris defek septum ventrikel,
rupture perdarahan masif di kantong jantung (dinding nekrotik yang tipis pecah
tamponade jantung), aneurisme ventrikel, tromboembolisme, pericardium
perikarditis, Sindrom Dressler, dan aritmia (Anonim, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar